Habib Ali bin Umar bin Abu Bakar Bafaqih

bafaqihHabib Ali Bafaqih lahir di Banyuwangi, Jawa Timur, datang ke Bali pada tahun 1917 dan sebelumnya belajar agama di Mekkah. Pada tahun 1935 beliau mendirikan Pondok Pesantren Syamsul Huda yang telah meluluskan ribuan ulama & da’i. Santri-santrinya berasal dari berbagai daerah di tanah air. Faktor inilah yang diduga menjadi sebab ramainya para paziarah. Habib Ali wafat pada 1997 dalam usia 107 tahun. Selain menguasai ilmu Al-Qur’an, Habib Ali juga dikenal sebagai pendekar silat yang tangguh.

Makam beliau terletak di Kompleks Pondok Pesantren Syamsul Huda: Jln. Nangka No. 145, Loloan Barat, Negara, Jembrana.

Keramat Karangrupit

Wali7_TheKwanLie_HeadMakam Keramat Karang Rupit terletak di Desa Temukus (Labuan Aji), Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali. Makam tersebut berada di tepi Jalan Raya Seririt. Berjarak ± 15 km dari Singaraja.

Makam keramat ini adalah makam dari Syeikh Abdul Qadir Muhammad yang memiliki nama asli The Kwan Lie atau The Kwan Pao-Lie. Penduduk setempat menyebutnya sebagai Keramat Karang Rupit.Semasa remaja, beliau adalah murid Sunan Gunung Jati di Cirebon, Jawa Barat. Para peziarah, baik muslim maupun Hindu, biasanya banyak berkunjung pada hari Rabu terakhir (Rabu Wekasan) bulan Shafar. Uniknya, masing-masing menggelar upacara menurut keyakinan masing-masing.

Keramat Kembar Karangasem

Wali7_Karangasem_02 Wali7_Karangasem_01
Makam Syeikh Maulana Yusuf Makam Tengku Abdurrahman

Keramat Kembar Karangasem terletak di Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem, Bali. Makam keramat tersebut berada tidak jauh dari Jalan Raya Subangan arah ke utara, jalan tembus menuju ke Singaraja dari Desa Temukus. Dari Singaraja berjarak ± 6-7 km.

Di dalam satu cungkup makam kembar tersebut terdapat makam tua/kuno berjajar dengan makam Habib Ali bin Zainal Abidin al-Idrus. Menurut masyarakat, makam kuno inilah yang dikeramatkan sejak zaman dahulu. Makam ini diperkirakan berusia 350—400 tahun. Adapun mengenai nama, sejarah, dan dari mana asalnya, tidak satu pun yang tahu, bahkan juru kuncinya pun tidak tahu. Sebagian kalangan menyebutkan bahwa makam ini adalah makam dari Syekh Maulana Yusuf al-Baghdi al-Maghribi serta makam Tengku Abdurrahman.

Adapun Habib Ali Zainal Abidin al-Idrus (wafat pada 9 Ramadhan 1404 H / 19 Juni 1983) dikenal sebagai ulama besar yang arif bijaksana, dan banyak santri yang mengaji kepadanya yang berasal dari Bali, Lombok dan sekitarnya. Semasa hidupnya, beliau menjadi juru kunci makam kuno itu dan dimakamkan di samping makan kuno tersebut.

Wali7_Karangasem_03

Keramat Bukit Bedugul

Makam ini terletak di bukit Bedugul, Kabupaten Tabanan, Bali, yang hanya berwujud empat batu nisan untuk dua makam, yaitu makam Habib Umar dan pengikutnya yang luasnya 4×4 meter. Makam ini sebenarnya sudah lama ada, namun menurut keterangan dari beberapa tokoh masyarakat setempat baru saja ditemukan sekitar 40—50 tahun berselang oleh seorang yang mencari kayu bakar di bukit Bedugul tersebut. Untuk mencapai makam tersebut, peziarah harus berjalan kaki mendaki kurang lebih 4 jam.

Setiap Rabu terakhir bulan Safar, masyarakat setempat berbondong-bondong naik ke bukit berziarah di makam Habib Umar bin Yusuf Al Maghribi ini untuk memperingati wafatnya dengan mengadakan do’a bersama dan kenduri selamatan.

Keramat Pantai Kusamba

Wali7_KusambaMakam Habib Ali bin Abu Bakar bin Umar Al Hamid berada di tepi pantai di Desa Kusumba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, tidak jauh dari selat yang menghubungkan Klungkung dengan Nusa Penida. Selain dikeramatkan oleh kaum muslimin, makam ini juga dikeramatkan oleh umat Hindu. Semasa hidupnya, Habib Ali mengajar bahasa Melayu kepada Raja Dalem I Dewa Agung Jambe dari Kerajaan Klungkung. Sang Prabu menghadiahkan seekor kuda sebagai kendaraan dari kediamannya di Kusamba menuju puri Klungkung.

Pada suatu hari, sewaktu Habib Ali pulang dari Klungkung dan sesampainya di pantai Kusamba, beliau diserang oleh sekelompok orang yang tidak dikenal dengan senjata tajam dan tewas di tempat. Akhirnya, jenazah beliau dimakamkan di ujung barat pekuburan Desa Kusamba.

Pangeran Sosrodiningrat

 

Beliau adalah seorang senopati dari Mataram, suami dari Dewi Khotijah (Ratu Ayu Anak Agung Rai) sebagai hadiah karena telah berjasa membantu Raja Pemecutan ketika memenangkan peperangan melawan musuhnya. Makam beliau berada di Loloan, Kabupaten Jembrana.

Yang kini diberi wewenang oleh kerabat keluarga Raja Pemecutan untuk mengawasi dan memelihara Makam Keramat Pamecutan (makam Siti Khodijah) dan makam Pangeran Sosrodiningrat adalah Bapak K.H.M. Ishaq, sesepuh atau tetua Kampung Islam Kepaon, yang juga menjadi tetua umat Islam Kepaon.

PANGERAN MASEPUH

Wali7_Mas-Sepuh_HeadRaden Mas Sepuh yang bernama kecil Pangeran Amangkuningrat adalah putra Raja Mengwi I. Semenjak kecil, beliau diasuh oleh ibundanya, seorang muslimah asal Blambangan, Jawa Timur. Proses ditemukannya Makam Keramat Pantai Seseh dimulai sejak Jamaah Manaqib yang ada di Bali mendapat petunjuk, yaitu pada bulan Muharram 1413 H atau 1992 M yang kemudian ditemukan juga makam keramat yang lain. Makam ini terletak di Pantai Seseh, Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung yang berdampingan dengan Pura Agung di Tanah Lot. Jarak antara Pantai Seseh dan Jalan Raya Tabanan – Denpasar ± 15 km. Selain dikeramatkan oleh kaum muslimin, makamnya juga dihormati oleh umat Hindu. Juru kuncinya bahkan seorang pemuka Hindu.

raden ayu made rai siti khadijah (siti khadijah)

 

Taru rambut ini tumbuh tepat di pusara atau makam kramat Raden Ayu Pemecutan alias Gusti Ayu Made Rai berada di tengah setra Badung, tepatnya di jalan Gunung Batukaru sekarang. Di bawah sebuah pohon kepuh yang besar, ada sebuah kuburan yang khusus untuk salah seorang keluarga Puri Pemecutan yang bernama Gusti Ayu Made Rai atau Raden Ayu Pemecutan. Bagaimana bisa terjadi adanya taru rambut pada sebuah makam kramat tersebut? Kisah ceritanya adalah sebagai berikut : Tersebutlah seorang raja di Puri Pemecutan yang bergelar I Gusti Ngurah Gede Pemecutan. Salah seorang putri beliau bernama Gusti Ayu Made Rai. Sang putri ketika menginjak dewasa ditimpa penyakit keras dan menahun yakni sakit kuning. Berbagai upaya sudah dilakukan untuk menyembuhkan penyakit tersebut, namun tidak kunjung sembuh pula. Sang raja ketika itu mengheningkan bayu sabda dan idep, memohon kehadapan Hyang Kuasa, di merajan puri. Dari sana beliau mendapatkan pewisik bahwa Sang Raja hendaknya mengadakan sabda pandita ratu atau sayembara.

Sang raja kemudian mengeluarkan sabda “barang siapa yang bisa menyembuhkan penyakit anak saya, kalau perempuan akan diangkat menjadi anak angkat raja. Kalau laki-laki, kalau memang jodohnya akan dinikahkan dengan putri raja”. Sabda Pandita Ratu tersebut kemudian menyebar ke seluruh jagat dan sampai ke daerah Jawa, yang didengar oleh seorang syeh (guru sepiritual ) dari Yogyakarta. Syeh ini mempunyai seorang murid kesayangan yang bernama Pangeran Cakraningrat IV dari Bangkalan Madura. Pangeran kemudian dipanggil oleh gurunya, agar mengikuti sayembara tersebut ke puri Pemecutan Bali. Maka berangkatlah Pangeran Cakraningrat ke Bali diiringi oleh empat puluh orang pengikutnya.

Singkat ceritanya, Pangeran Cakraningrat mengikuti sayembara. Dalam sayembara ini banyak Panggeran atau Putra Raja yang ambil bagian dalam sayembara penyembuhan penyakit Raden Ayu. Putra-putra raja tersebut ada dari tanah jawa seperti Metaum Pura, Gegelang, ada dari Tanah Raja Banten dan tidak ketinggalan Putra-putra Raja dari Tanah Bali. Semua mengadu kewisesan atau kesaktiannya masing-masing dalam mengobati penyakit Raden Ayu. Segala kesaktian dalam pengobatan sudah dikerahkan seperti ilmu penangkal cetik, desti, ilmu teluh tranjana, ilmu santet, ilmu guna-guna, ilmu bebai, ilmu sihir, jadi semua sudah dikeluarkan oleh para Pangeran atau Putra Raja, tidak mempan mengobati penyakit dan malah penyakit Raden Ayu semakin parah, sehingga raja Pemecutan betul-betul sedih dan panik bagaimana cara mengobati penyakit yang diderita putrinya. Dalam situasi yang sangat mecekam, tiba-tiba muncul seorang pemuda tampan yang tidak lain adalah Pangeran Cakraningrat.

Setelah Pangeran melakukan sembah sujud kehadapan Raja Pemecutan dan mohon diijinkan ikut sayembara. Raja Pemecutan sangat senang dan gembira menerima kedatangan Pangeran Cakraningrat dan mengijinkan mengikuti sayembara. Sang Pangeran minta supaya Raden Ayu ditempatkan di sebuah balai pesamuan Agung atau tempat paruman para Pembesar Kerajaan. Pangeran Cakraningrat mulai melakukan pengobatan dengan merapal mantra-mantra suci, telapak tangannya memancarkan cahaya putih kemudian berbentuk bulatan cahaya yang diarahkan langsung ke tubuh Raden Ayu. Sakit tuan putri dapat disembuhkan secara total oleh Pangeran Cakraningrat.

Sesuai dengan janji sang raja, maka Gusti Ayu Made Rai dinikahkan dengan Pangeran Cakraningrat, ikut ke Bangkalan Madura. Gusti Made Rai pun kemudian mengikuti kepercayaan Sang Pangeran, berganti nama menjadi Raden Ayu Pemecutan alias Raden Ayu Siti Khotijah.

Setelah sekian lama di Madura, Raden Ayu merindukan kampung halamannya di Pemecutan. Suatu hari ketika ada suatu upacara Meligia atau Nyekah yaitu upacara Atma Wedana yang dilanjutkan dengan Ngelingihan (Menyetanakan) Betara Hyang di Pemerajan (tempat suci keluarga) Puri Pemecutan, Raden Ayu Pemecutan berkunjung ke Puri tempat kelahirannya. Pada suatu hari saat sandikala (menjelang petang) di Puri, Raden Ayu Pemecutan alias Raden Ayu Siti Kotijah menjalankan persembahyangan di Merajan Puri dengan menggunakan Mukena (Krudung). Ketika itu salah seorang Patih di Puri melihat hal tersebut, disangka Raden Ayu sedang mempraktekkan ilmu hitam atau ngeleak. Hal tersebut dianggap aneh dan dikatakan sebagai penganut aliran ilmu hitam.

Patih Kerajaan melaporkan kejadian tersebut kepada Sang Raja. Dan mendengar laporan Ki Patih tersebut, Sang Raja menjadi murka. Ki Patih diperintahkan kemudian untuk membunuh Raden Ayu Siti Khotijah. Raden Ayu Siti Khotijah dibawa ke kuburan Badung. Sesampai di depan Pura Kepuh Kembar, Raden Ayu berkata kepada patih dan pengiringnya “aku sudah punya firasat sebelumnya mengenai hal ini. Karena ini adalah perintah raja, maka laksanakanlah. Dan perlu kau ketahui bahwa aku ketika itu sedang sholat atau sembahyang menurut kepercayaan Islam, tidak ada maksud jahat apalagi ngeleak.” Demikian kata Raden Ayu.

Raden Ayu berpesan kepada Sang patih “jangan aku dibunuh dengan menggunakan senjata tajam. Bunuhlah aku dengan menggunakan tusuk konde yang diikat dengan daun sirih (lekesan, Bali). Tusukkan ke dadaku. Apabila aku sudah mati, maka dari badanku akan keluar asap. Apabila asap tersebut berbau busuk, maka tanamlah aku. Tetapi apabila mengeluarkan bau yang harum, maka buatkanlah aku tempat suci yang disebut kramat”.

Setelah meninggalnya Raden Ayu, bahwa memang betul dari badanya keluar asap dan ternyata bau yang keluar sangatlah harum. Perasaan dari para patih dan pengiringnya menjadi tak menentu, ada yang menangis. Sang raja menjadi sangat menyesal dengan keputusan beliau. Jenasah Raden Ayu dimakamkan di tempat tersebut serta dibuatkan tempat suci yang disebut kramat, sesuai dengan permintaan beliau menjelang dibunuh. Untuk merawat makam kramat tersebut, ditunjuklah Gede Sedahan Gelogor yang saat itu menjadi kepala urusan istana di Puri Pemecutan.

Pada suatu hari gegumuk (kuburan) Raden Ayu tumbuh sebuah pohon tepat di tengah-tengah kuburan tersebut. Pohon tersebut membuat kuburan engkag atau berbelah. Pohon tersebut dicabut oleh Sedahan Moning, istri dari sedahan Gelogor, dan kemudian tumbuh lagi. Sampai akhirnya yang ketiga kalinya, pohon tersebut tumbuh kembali. Jero sedahan Gelogor bersama Sedahan Moning kemudian bersemedi di hadapan makam tersebut, didapatkan petunjuk agar pohon yang tumbuh di atas kuburan beliau agar dipelihara. Karena melalui pohon tersebut beliau akan memberikan mukjijat kepada umat yang bersembahyang di tempat tersebut. Pohon tersebut konon tumbuh dari rambut Raden Ayu. Sampai sekarang pohon tersebut tumbuh tepat di atas makam tersebut. Pohon itu disebut taru rambut.

Mengenai aci atau upacara yang dipersembahkan dimakam kramat tersebut, bahwa odalannya (pujawali) jatuh pada Redite (Minggu) Wuku Pujut, sebagai peringatan hari kelahiran beliau (otonan). Persembahan (sesaji) yang dihaturkan adalah mengikuti cara kejawen yakni tumpeng putih kuning, jajan, buah-buahan, lauk pauk, tanpa daging babi. Kini makam kramat tersebut banyak dikunjungi oleh para peziarah baik warga muslim untuk nyekar maupun tirakat. Demikian pula dengan warga Hindu banyak yang datang kesana, baik hanya untuk bersembahyang, maupun untuk permohonan tertertentu.

Hello world!

Welcome to WordPress.com. After you read this, you should delete and write your own post, with a new title above. Or hit Add New on the left (of the admin dashboard) to start a fresh post.

Here are some suggestions for your first post.

  1. You can find new ideas for what to blog about by reading the Daily Post.
  2. Add PressThis to your browser. It creates a new blog post for you about any interesting  page you read on the web.
  3. Make some changes to this page, and then hit preview on the right. You can always preview any post or edit it before you share it to the world.